Akibat dari Efek Rumah Kaca
Menurut
perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata
bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap
seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di
atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan
dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat (Wikipedia, 2011).
Efek rumah kaca yang berlebih mengakibatkan meningkatkannya suhu permukaan bumi. Sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistemlainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di
daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek
rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh
dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35
inchi) pada abad ke-21
Perubahan
iklim menimbulkan perubahan pada pola musim sehingga menjadi sulit
diprakirakan. Pada beberapa bagian dunia hal ini meningkatkan intensitas
curah hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.
Sedangkan belahan bumi yang lain bisa mengalami musim kering yang
berkepanjangan, karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban.
Selanjutnya perubahan iklim akan berdampak pada segala sector. Meliputi:
Ketahanan Pangan Terancam
Produksi
pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang akibat banjir,
kekeringan, pemanasan dan tekanan air, kenaikan air laut, serta angin
yang kuat. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi jadwal panen dan
jangka waktu penanaman. Peningkatan suhu 10C diperkirakan menurunkan
panen padi sebanyak 10%.
2. Dampak Lingkungan
Banyak
jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan
gangguan pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem).
Terumbu karang akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak
atau bahkan mati karena suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa
15%-37% dari seluruh spesies dapat menjadi punah di enam wilayah bumi
pada 2050. Keenam wilayah yang dipelajari mewakili 20% muka bumi
(Jhamtani, 2007).
Terutama
yang termasuk kedalam kelompok stenotermal yang memiliki daya toleransi
atau kisaran suhu yang sempit. Berbeda dengan hewan eurytermal yang
memiliki kisaran toleransi suhu yang luas (Swasta, 2003).
Terumbu
karang memiliki peranan penting bagi keanekaragaman organisme laut.
Masalah secara global terjadi akibat semakin meningkatnya kandungan
karbon dioksida dan efek rumah kaca pada atmosfer dan mendorong naiknya
suhu permukaan laut (yang diduga juga menyebabkan pemutihan dan kematian
karang) serta meningkatkan derajat keasaman air laut. Air laut yang
semakin asam akan membuat ion karbonat berkurang sehingga menurunkan
kemampuan karang untuk membangun kerangka. Jika terumbu karang tidak
dapat beradaptasi maka akan mempengaruhi fungsi ekosistem terumbu karang
dan struktur geologi terumbu karang serta mempengaruhi fungsi pesisir
dan juga akan mempengaruhi masayarakat sekitar yang bergantung dari
ekosistem terumbu karang.
Risiko Kesehatan
Cuaca
yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan bisa
memunculkan penyakit lama. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa
peningkatan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim sudah
menyebabkan kematian 150.000 jiwa setiap tahun. Penyakit seperti
malaria, diare, dan demam berdarah diperkirakan akan meningkat di negara
tropis seperti Indonesia.
4. Air
Ketersediaan
air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah tropik
kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik akibat
musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke daratan.
5. Ekonomi
Kehilangan
lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan, bencana,
dan risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern,
penasehat perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20
tahun mendatang perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi.
Stern mengatakan bahwa dunia harus berupaya mengurangi emisi dan
membantu negara-negara miskin untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim
demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa dibutuhkan
investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia untuk mencegah
hilangnya 5%-20% pendapatan di masa mendatang akibat dampak perubahan
iklim.
Belum ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun beberapa data menunjukkan bahwa:
1. Suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,30C sejak tahun 1990.
2. Musim
hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih
intensif sehingga meningkatkan risiko banjir. Pada 2080 diperkirakan
sebagian Sumatera dan Kalimantan menjadi 10-30% lebih basah pada musim
hujan; sedangkan Jawa dan Bali 15% lebih kering.
3. Variasi
musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan
dan lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
(CIFOR, 2004)
4. Perubahan
pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada
sektor pertanian dan ketahanan pangan. Perubahan iklim akan menurunkan
kesuburan tanah sekitar 2% sampai dengan 8%, diperkirakan akan
mengurangi panen padi sekitar 4% per tahun, kacang kedelai sekitar 10%,
dan jagung sekitar 50%.
5. Kenaikan
permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir.
Sebagai contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050,
diperkirakan 160 km2 dari kota jakarta akan terendam air, termasuk
Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7
Maret 2007).
6. Di
Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti
sekitar 430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per
tahun dengan erosi ke daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun,
2004). Kerusakan ini ditambah potensi dampak dari perubahan iklim diduga
akan menyebabkan muka air laut naik 6 meter pada 2030, sehingga Kuta
dan Sanur akan tergenang (Bali Post, 16 Agustus 2007). Hal ini mengancam
keberlangsungan pendapatan dari pariwisata yang mengandalkan kekayaan
dan keindahan pantai dan laut di Bali. Daerah yang lebih ‘aman’ adalah
pantai berkarang yang bersifat terjal, seperti Uluwatu dan Nusa Penida
serta daerah perbukitan dan pegunungan yang saat ini mempunyai
ketinggian di atas 50 meter.
Gambar 9. Perubahan Garis Pantai Bali Tahun 2000-2050
Sumber: Jhamtani, hira. bali.climatechange@gmail.com
7. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi risiko
kehilangan banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan pesisir
akibat kenaikan permukaan air laut. Wilayah Indonesia akan berkurang dan
akan ada pengungsi dalam negeri.
8. Dampak
kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan perikanan
yang pada akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata
masyarakat petani dan nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang
terkait dengan hal itu akan mengurangi pendapatan negara dan masyarakat
dari sektor pariwisata. Sementara itu, negara harus menaikkan anggaran
untuk menanggulangi bencana yang meningkat, mengelola dampak kesehatan,
dan menyediakan sarana bagi pengungsi yang meningkat akibat bencana.
Industri di kawasan pesisir juga kemungkinan besar akan menghadapi
dampak ekonomi akibat permukaan air laut naik. Kesemuanya ini akan
meningkatkan beban anggaran pembangunan nasional dan daerah.