Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ؛
Hadirin yang berbahagia...
Soal pacaran
di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula
muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah
percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan
bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga
percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.
Selama ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.
Kalau
ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur
Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase
hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).
Bagaimanapun
mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan
sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun,
tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan
cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi
kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi mudharatnya ketimbang
maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya.
Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam
melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan
terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua.
Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk
pacaran itu ?
Atas
dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah
kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan
masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong
naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan
terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan
kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !
“Pacaran” dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti (Purwodarminto, 1976) :
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka.
Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina.
Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran menurut arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
a. Allah berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً ( الإسراء: 32)
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
b. Hadits:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ
وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري: 2784 , مسلم: 2391)
“Dari
Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia
berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang
perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan
melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya” (muttafaq alaihi)
Perkawinan
merupakan sunnah Rasulullah dengan arti bahwa suatu perbuatan yang
sangat dianjurkan oleh Rasulullah agar kaum muslimin melakukannya. Orang
yang anti perkawinan dicela oleh Rasulullah, berdasarkan hadits:
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري: 4675, مسلم: 2487)
“Dari
Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku
salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang
benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”
Pada
umumnya suatu perkawinan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu
proses sebelum terjadi akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah
terjadi akad nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah melalui beberapa
tahap, yaitu tahap penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan.
Tahap penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak
perempuan atau sebaliknya, atau pihak keluarga masing-masing. Rasulullah
memerintahkan agar pihak-pihak yang melakukan perkawinan melihat atau
mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي تَزَوَّجْتُ
امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ
نَظَرْتَ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ اْلأَنْصَارِ شَيْئًا ( رواه النسائ: 3194, إبن ماجه و الترمذي)
“Dari
Abu Hurairah ra ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia
telah meminang seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah
kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab:
“Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka
sesungguhnya pada mata perempuan Anshor ada sesuatu” (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, at-Tirmizi, dan dinyatakannya sebagai hadits hasan)
Rasulullah
saw memerintahkan agar kaum muslimin laki-laki dan perempuan sebelum
memutuskan untuk meminang calon jodohnya agar berusaha memilih jodoh
yang mungkin berketurunan, sebagaimana dinyatakan pada hadits:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا
شَدِيدًا وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ
اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ *( رواه أحمد : 12152, وصححه إبن حبان )
“Dari
Anas ra. Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan
perkawinan dan sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata:
Kawinilah olehmu wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya
aku bermegah-megah dengan banyaknya kamu di hari kiamat”
Dalam
kaitan ini peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan
anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada pergaulan dengan lain
jenis. Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan anak-anaknya
bergaul bebas dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang bijak
bagi orang tua kalau melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah
segera saja laksanakan.
Mungkin
hanya itu yang dapat saya sampaikan semoga kita terhindar dari
perbuatan-perbuatan keji yang menjerumuskan kita ke dalam api neraka.
Amin yaa robbal Alamin
Wabillahi taufik Wal Hidayah
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi wabarokatuh